Mohon tunggu...
Agung Webe
Agung Webe Mohon Tunggu... Penulis - Penulis buku tema-tema pengembangan potensi diri

Buku baru saya: GOD | Novel baru saya: DEWA RUCI | Menulis bagi saya merupakan perjalanan mengukir sejarah yang akan diwariskan tanpa pernah punah. Profil lengkap saya di http://ruangdiri.com

Selanjutnya

Tutup

Horor Pilihan

Misteri Glundung Pringis di Kampung Yogyakarta

20 April 2024   18:47 Diperbarui: 20 April 2024   18:47 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pic: https://weandthecolor.com

Di sudut terpencil Yogyakarta, sebuah perkampungan kecil mendekap rahasia yang belum terungkap. Di tengah perkampungan itu berdiri sebuah pohon sawo besar, tempat sebuah legenda lokal yang mengerikan telah diyakini warga. Warga setempat mengatakan bahwa hantu yang dikenal sebagai 'Glundung Pringis' menghantui pohon tersebut setelah matahari terbenam, menjadikannya siapa pun yang berani mendekat di malam hari akan ditemuinya.

Suatu malam, seorang tukang bakso bernama Pak Agus, yang tidak percaya pada kisah-kisah horor desa dan memutuskan untuk melintasi pohon sawo pada pukul 22.00. Ketika mendekat, ia terkejut melihat sebuah rumah tua, yang biasanya gelap dan terlantar, terang benderang dengan cahaya yang menyilaukan. Seorang pria tua dengan rambut putih dan mata yang dalam muncul dari pintu depan, menyuruhnya mendekat.

"Satu porsi bakso, ya, Mas," ujar pria tua itu dengan suara yang dalam dan berat. Pak Agus, meski terkejut dengan permintaan tersebut, mengiyakan dan mengantarkan bakso tersebut ke rumah. Namun, begitu selesai mengantar pesanan dan ia berbalik untuk pergi, rumah itu kembali menjadi gelap dan senyap. Saat ia menoleh kembali, di hadapannya tergeletak sosok menakutkan 'Glundung Pringis' dengan mata merah menyala dan senyum yang sangat lebar. Dengan terbirit-birit, Pak Agus melarikan diri, meninggalkan baksonya di bawah pohon sawo.

Kabar tentang peristiwa itu menyebar cepat, namun Denok, seorang wanita muda yang berani dan skeptis, menolak percaya tanpa bukti nyata. Dengan kamera dan catatan di tangan, Denok bersembunyi dekat pohon sawo untuk menyaksikan dan mendokumentasikan kejadian di malam hari.

Tepat saat matahari terbenam, Denok melihat sekelompok anak laki-laki masuk ke rumah tua di samping pohon, membawa bola yang dihias mirip kepala manusia. Dari jarak jauh, Denok menyaksikan dan mendengarkan rencana mereka. "Saat lewat di sini, lemparkan kepala itu ke arahnya," instruksi salah satu anak kepada yang lain.

Ketika seorang penjual kaki lima lewat, bola kepala dilempar ke arahnya, mengakibatkan teriakan ketakutan yang memecah keheningan malam. Denok segera keluar dari persembunyiannya dan menghampiri anak-anak tersebut, menghardik mereka atas tindakan mereka. Terkejut dan takut, anak-anak itu lari meninggalkan bola kepala palsu. Dan yang Denok suka, ia sempat memotret wajah anak-anak itu saat dihardik oleh Denok.

Denok mengambil bola itu dan akan membawanya ke ketua RT sebagai bukti. Setelah kejadian itu, ia duduk di bawah pohon sawo, beristirahat sejenak dan merenungkan apa yang baru saja terjadi. Tiba-tiba, sesuatu yang besar dan berat jatuh dari atas, tepat di sampingnya. Bukan bola, tetapi kepala manusia asli dengan mata yang masih meringis.

"Kamu pikir kamu tahu segalanya tentang kampung ini, Denok?" suara serak berkata dari kepala itu. Denok mundur, terkejut dan ketakutan.

"Siapa kamu?" tanyanya dengan suara gemetar.

"Saya adalah Glundung Pringis, penunggu pohon ini," kepala itu menjawab, tawanya menggema menyeramkan.

Dalam kepanikan, Denok pingsan. Ketika ia terbangun keesokan harinya, ia mendapati dirinya masih di bawah pohon sawo, tetapi kepala misterius itu telah menghilang. Pengalaman yang menyeramkan itu meninggalkan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban, memperkuat legenda Glundung Pringis di hati warga. Cerita itu menjadi peringatan bagi mereka yang berani mencoba mengungkap apa yang seharusnya tetap tersembunyi. Cerita Denok menjadi legenda baru di kampung itu, sebuah kisah tentang keberanian dan misteri yang belum terpecahkan dan mengingatkan semua orang bahwa ada beberapa rahasia yang lebih baik tidak diusik.

Setelah kejadian menegangkan di bawah pohon sawo, Denok, masih terguncang, tapi tetap memutuskan untuk membawa bukti visual yang ia peroleh ke rumah kepala RT. Dengan kamera digitalnya yang masih menyimpan gambar-gambar yang ia ambil semalam, ia berharap bisa mendapatkan penjelasan lebih lanjut tentang kejadian tersebut.

Berjalan cepat melintasi gang-gang kampung, Denok merenungkan kembali peristiwa yang baru saja ia saksikan. Perasaan takut yang sempat menghilang kini kembali menyelimuti pikirannya, terutama setelah pertemuannya yang mengerikan dengan apa warga yakini sebagai 'Glundung Pringis'. Namun, keinginan untuk mengungkap kebenaran mendorongnya terus maju.

Setibanya di rumah RT, Denok disambut oleh Pak RT yang terlihat tenang dan mengundangnya masuk. Dengan tangan yang gemetar, Denok menyerahkan kamera digital kepada Pak RT, yang segera memutar gambar-gambar yang telah Denok ambil. Cahaya layar kamera menerangi wajah mereka di ruangan yang remang-remang.

Pak RT, yang awalnya hanya menunjukkan rasa ingin tahu, seketika berubah ekspresinya menjadi terkejut dan pucat pasi ketika melihat foto anak-anak yang diambil Denok. Ada getaran dalam suaranya ketika ia bertanya kepada Denok, "Tahukah kamu siapa anak-anak ini?"

Denok, yang masih baru dalam kehidupan kampung dan belum mengenal semua warganya, menjawab dengan jujur, "Tidak pak, karena saya terhitung baru di sini, baru tinggal 5 tahun ini."

Dengan nada serius, Pak RT memberikan informasi yang membuat kaki Denok serasa lemas, "Anak-anak ini adalah anak-anak dari kampung sebelah yang meninggal karena tertabrak truk pengangkut tebu 20 tahun yang lalu."

Informasi itu seperti petir di siang bolong bagi Denok. Dunia seakan berputar sangat cepat, dan udara di ruangan itu tiba-tiba terasa sangat berat. Sebelum ia bisa mengucapkan sepatah kata pun, pandangannya menjadi kabur dan sekali lagi, ia pingsan.

Denok jatuh ke lantai, untung dipegang oleh Pak RT yang cepat tanggap. Kejadian ini menambah misteri dari apa yang telah terjadi, membuka lembaran baru dari sejarah kampung yang kelam dan terlupakan. Apakah yang dialami Denok semalam hanya halusinasi, atau memang ada hubungan antara anak-anak yang meninggal tragis tersebut dengan kejadian-kejadian supranatural di kampung itu? Kini, bukan hanya Denok yang harus mencari jawaban, tapi seluruh kampung yang harus menghadapi kembali masa lalunya yang penuh tragedi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun