Mohon tunggu...
Handra Deddy Hasan
Handra Deddy Hasan Mohon Tunggu... Pengacara - Fiat justitia ruat caelum

Advokat dan Dosen Universitas Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Dissenting Opinion Tiga Hakim MK dalam Putusan Sengketa Hasil Pilpres

23 April 2024   17:01 Diperbarui: 24 April 2024   07:22 1100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (tengah) didampingi Hakim Konstitusi Saldi Isra (kiri) dan Arief Hidayat (kanan) memimpin jalannya sidang putusan perselisihan hasil Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (22/4/2024). Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat via KOMPAS.com

Kenapa dalam perkara Sengketa hasil Pilpres 2024 Majelis Hakimnya genap (terdiri dari 8 orang) tidak ganjil? Sebetulnya Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi ganjil, terdiri dari 9 orang Hakim (ganjil).

Mahkamah Konstitusi mempunyai 9 (sembilan) orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi  (UU MK).

Susunan Majelis  MK itu sendiri berdasarkan Pasal 4 ayat (2) UU MK terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua merangkap anggota, dan 7 (tujuh) orang anggota hakim konstitusi.

Namun oleh karena salah satu hakim konstitusi Anwar Usman dihukum oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) tidak boleh menyidangkan perkara Pilpres, maka akhirnya dengan terpaksa jumlah Majelis Hakim MK yang menyidangkan sengketa hasil Pilpres hanya 8 (delapan) orang.

Suatu kelumrahan jumlah majelis hakim dalam suatu pengadilan diatur berjumlah ganjil untuk mencegah terjadinya kebuntuan (deadlock) atau keputusan imbang dalam proses pengambilan keputusan. Dengan memiliki jumlah yang ganjil, maka akan lebih mudah bagi Majelis Hakim untuk mencapai mayoritas suara dalam memutuskan suatu kasus.

Ketika jumlah majelis hakim genap, misalnya empat hakim, ada kemungkinan terjadinya kebuntuan (deadlock) karena hasil voting yang imbang (dua banding dua). Apabila hal ini terjadi, maka akan menyulitkan Majelis  Hakim dalam mencapai keputusan yang jelas dan tegas.

Dalam hal terjadi kebuntuan (dead lock) karena hasil voting berimbang, maka biasanya Keputusan diserahkan sepenuhnya kepada pendapat Ketua Majelis Hakim. Keputusan demikian walaupun sah tentunya tidak menunjukkan Keputusan Pengadilan yang solid dan kuat.

Dengan adanya  memiliki jumlah majelis hakim yang ganjil, seperti lima hakim, maka kemungkinan terjadi keputusan imbang tidak akan pernah terjadi.

Dalam kasus 8 Hakim Majelis Hakim MK dalam sengketa hasil Pilpres kemaren terdapat potensi kebuntuan (deadlock) dimaksud. Ada kemungkinan pendapat Hakim berimbang menjadi 4 lawan 4, walaupun kenyataannya akhirnya perbedaan pendapat terjadi antara 5 melawan 3, sehingga terjadi putusan mayoritas.

Selain itu, memiliki jumlah majelis hakim yang ganjil juga membantu dalam proses pengambilan keputusan dengan mayoritas suara yang solid, sehingga keputusan yang dihasilkan dapat dianggap lebih mewakili dari pandangan mayoritas hakim yang terlibat dalam kasus tersebut.

Dalam proses pengambilan keputusan, majelis hakim biasanya melakukan musyawarah ketika membahas untuk  mencapai suatu putusan perkara yang sedang dihadapi. Setiap hakim memiliki kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya dan berdiskusi dengan hakim lainnya sebelum akhirnya mencapai keputusan bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun